Tuesday, July 26, 2011


                        Punya sahabat dekat itu memang terkadang menyenangkan. Tapi sahabat dekat itu bisa juga menjadi luka di dalam hati. Tidak semua waktu yang dilalui bersama sahabat adalah waktu-waktu yang terindah.
                       William, 26 tahun, seorang pengajar vokal di sebuah sekolah musik terkenal di Jakarta. Hari ini jadwalnya memang tidak sepadat biasanya. Hanya jadwal untuk mengajar kelas usia remaja dan anak – anak yang harus dipenuhinya. Hari ini Will, begitu ia biasa disapa, membereskan barang – barangnya dengan senyum yang tau mau berhenti lepas dari bibirnya.
                        “ Lagi seneng lo, Will ? Senyum melulu dari tadi ?? Gue kira lo udah gila!” tegur temannya, Marshall.
                        “ Ah kayak lo nggak tau aja! Udah ah, gue duluan! Bye!” kata Will sambil keluar dari ruang guru.
                        Marshall hanya menggelengkan kepalanya begitu William meninggalkan ruang guru.
                        “ Hai, Di! Udah lama ? “ tanya Will kepada seseorang di dalam mobil.
                        “ Gile ,lo! Dikira gue nggak jamuran nungguin lo disini!” kata orang yang ada di dalam mobil itu.
                        “ Yah, maaf deh Di. Tadi ada materi lagu yang harus diulang saking susahnya. Kan sekarang gue udah disini, Jadi kan nonton konsernya ?” ujar Will.
                        “ Ya udah pasti jadi! Tiket mahal gini koq ya dianggurin. Masuk, gih cepetan!”.
                        Dua minggu lalu, Diana, sahabat Will, memberikan kejutan untuk Will di hari ulang tahunnya yang ke 26. Hadiahnya adalah tiket nonton konser resital piano yang sangat ingin dihadiri oleh Will. Perasaan Will saat itu nggak bisa digambarkan, termasuk dengan perasaannya hari ini.
                        “ Lo ke konser resital piano pake baju gitu doank ?” tanya Diana sambil menyetir.
                        “ Diana sayang, ini gue bawa jas tau! Tenang aja deh, persiapan gue komplit!” jawab Will.
                        “ Menurut gue, lo malah kayak orang mau pindahan!” sahut Diana.
                        “ Please shut up and drive!” desis Will. Mulai, deh cerewetnya Diana kambuh.
                        Walaupun paling cerewet dan bawel, Diana tetaplah sahabat Will yang paling ia percaya. Sekarang Diana bekerja sebagai seorang manager di perusahaan keluarganya.  Will mengenal Diana pada saat orientasi kampus. Diana lebih tua 2 tahun dibandingkan Will. Ya, Diana adalah senior Will. Saat itu, Will adalah mahasiswa baru yang paling berani membela mahasiswa baru lain yang tidak bersalah namun tetap dicari-cari kesalahannya oleh mahasiswa senior. Mungkin senior Will itu nggak berani ngaku salah. Hampir aja Will kena tonjok sama seniornya kalau Diana nggak dateng untuk melerai.
                        “ Oy, Dia bener! Kalo maba nggak salah, ngapain lo cari-cari masalah ?! Senior, sih senior. Tapi kalo lo salah, harusnya berani ngakuin salah lo donk!” bentak Diana pada temannya, yang Will lihat di name tag-nya ada tulisan nama “ ABRA “.
                        Yang namanya ABRA terdiam. Dengan muka marah campur malu, Abra meninggalkan Will, Diana, dan juga mahasiswa baru yang teraniaya itu.
                        “ Lo nggak apa-apa ? Mending lo balik ke barisan lo daripada tambah kena masalah lagi. “ kata Diana dengan nada sedikit khawatir, tapi masih ada ketegasan di dalamnya.
                        “ Nggak apa-apa, Kak! Makasih ya, Kak …, “ Will melihat ke arah name tag Diana. “ Kak Diana …, “ lanjut Will.
                        “ Sama-sama!” Diana pun berlalu dari hadapan Will.
                        Dari pertemuan itulah yang akhirnya membuat Diana dan Will semakin dekat. Mereka mengira kalau Diana dan Will pacaran. Tapi sampai sekarang mereka masih sahabat dekat. Will dan Diana suka sekali sharing tentang apa saja. Namun ada satu hal yang sama sekali tak pernah dibahas oleh Diana, walaupun Will sering membahasnya, yaitu masalah cinta. Will juga tak pernah iseng membahas kehidupan percintaan Diana. Takut digampar, katanya.
                        “ Udah selesai, Mas ngelamunnya ? Tau deh yang bahagia mau nonton konser impiannya!” ujar Diana.
                        “ Siapa yang ngelamun sih ?! Masih lama nggak sih nyampenya ? “ tepis Will.
                        “ Sabar, dooonnkkk. Ini juga gue nggak ngerti kenapa jadi macet gini. Tapi pasti gue usahain koq 10 menit nyampe di TKP!” kata Diana.
                        Yes, 10 minutes. Diana is a quite good racer! Ciiiiiittttttttt …., mobil berhenti tepat di depan pintu masuk lobby dan berdecit lumayan keras. Muka Will pucat.
                        “ Gitu aja pucet! Hahahaha … tunggu gue disini, gue cari parkir dulu!” ujar Diana sambil menyuruh Will keluar dari mobilnya dan menunggunya di depan pintu masuk mobil.
                        Will keluar dari mobil Diana dengan wajah menahan mual. Ia menunggu Diana di depan pintu masuk. 10 menit kemudian, Diana datang dengan menggenggam clutch keluaran Louis Vuitton yang paling baru. Ya, Will tau itu karena minggu lalu Diana menunjukkan pada Will tentang clutchterbaru Louis Vuitton itu. Diana memang berencana akan membelinya dan sekarang sudah tergenggam manis di tangan kanannya yang indah. Dan Will baru menyadari Diana sudah pakai gaun yang indah. Gaun itu memperlihatkan kemolekan tubuh Diana dan juga memperlihatkan hampir setengah punggungnya. Will melihatnya sambil tersenyum.
                        “ Ngapain senyum-senyum ? Lo musti dipermak nih sebelum masuk venue!” si cerewet Diana itu menghardik Will dan menarik tangan Will ke dalam lobby.
                        Diana mengacak-acak isi tas olahraga Will yang berisi pakaian Will dan juga sibuk mencocokkan jas yang dibawa Will dengan “ onderdil “ lainnya.
                        “ Gue nggak ngerti, deh Di masalah ginian. Ini gue bawa random aja.” kata Will.
                        “ Random, sih random Will, tapi masa’ iya tabrak warna gini ??? Nah, untung ada satu nih yang netral! Jas lo pake sama kemeja ini, dasi ini, daaannn sepatu lo musti diganti tuh!” kata Diana sambil menyerahkan segala yang harus dipakai Will.
                        Will cukup menghela nafas dan cepat-cepat mengganti pakaiannya. 10 menit kemudian, Will kembali dari toilet dan terlihat disana Diana tersenyum puas.
                        “ Perfect, my Will! “ puji Diana. Senyum Will mengembang.
                        Will dan Diana asyik menikmati konser resital piano tersebut. Setiap nada yang dimainkan, setiap suara yang diperdengarkan, dan atmosfer yang terpancar membuat malam itu semakin romantis bagi Will. Apalagi ada Diana disampingnya. Si cantik nan cerewet itu kini sedang memejamkan matanya dan tersenyum. Pasti dia juga sangat menikmati malam ini. Will memberanikan diri untuk menggenggam tangan Diana secara perlahan. Begitu tangan Will menggenggam tangan Diana, perlahan Diana membuka matanya dan wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut.
                        “ Thank you for the gift! I really like it! “ bisik Will perlahan di telinga Diana sambil terus menggenggam tangan sahabatnya itu.
                        “ Don’t mention it. Just enjoy the show! “ balas Diana.
                        Selesai konser, Will benar-benar tidak bisa melepaskan senyum dari bibirnya. Yang ia ingat hanyalah malam yang begitu romantis. Ya, Diana-lah yang sebenarnya membuat malam ini menjadi lebih romantis.  Konser resital piano tadi hanyalah sebagai penunjang keromantisan itu. Karena terus tersenyum, Diana memberikan Will tatapan aneh.
                        “ Kenapa ?” tanya Will.
                        “ Sepanjang konser sampai sekarang kerjaan lo senyum melulu, Will. Jangan bilang lo kesambet pemain piano yang cantik tadi! Hahahaha …, “ jawab Diana. Tawanya pecah.
                        Will tak bisa berkata apa-apa. Masih ada senyum di bibirnya saat melihat tawa bahagia Diana. Hatinya bergetar.
                        “ Gue anter lo pulang, Will. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa di jalan kalo lo naik metromini dengan pakaian formal gini. “ kata Diana.
                        “ Aturannya gue yang khawatir sama lo! Hahahaha …,” tandas Will sambil menjitak kepala Diana.
                        “ Aww!” seru Diana.
                        “ Gitu aja sakit. Padahal gue ngejitaknya pelan loh. Ayo cepetan anter gue pulang!” ujar Will.
                        Yang disuruh malah memasang wajah ngambek. Ugghhh, di saat ngambek pun Diana tetap terlihat mempesona.
                        “ Gitu aja ngambek ih! Ayo ah!” Will menarik lengan Diana. Diana menurut.
                        Paginya, Will berangkat ke kantor dengan semangat 45. Semalam benar-benar sangat indah baginya. Apalagi ketika Diana berkata bahwa ia sangat suka lagu Moon River yang dibawakan oleh Sarah Brightman yang dipertunjukkan di konser resital piano tadi malam. Diana ingin mendengarkan lagu itu sekali lagi. Tepat di hadapannya.
                        “ Lah ? Tumben amat lo mintaa gue mainin lagu Moon River ?” seru Will.
                        “ Begitu denger lagu itu tadi, gue tersentuh banget. Nah gue pengeeeennn banget denger lagu itu lagi. Karena lo guru musik dan vocal, gue mau lo mainin lagu itu besok. “ pinta Diana.
                        “ Harus besok ? Kenapa ? Jadi lo dateng ke kelas gue untuk denger lagu itu ?” tanya Will.
                        “ Ya, gue bakal dateng ke kelas lo besok dan itu harus besok. Nggak bisa waktu yang lain. “ jawab Diana sambil menyetir.
                        Will tak bisa menolak permintaan sahabatnya itu. Maka hari ini, ia akan meminta Erinda, salah satu murid terbaiknya untuk menyanyikan lagu Moon River untuk Diana. Sementara Will akan bermain piano sambil menjadi penyanyi latar Erinda. 20 menit setelah kedatangan Will, Diana datang. Diana benar-benar datang! Diana langsung menuju ruang guru dan sempat tersenyum kepada Vandy yang berpapasan dengannya di depan pintu ruang guru.
                        “ Will!” sapa Diana.
                        Diana terlihat benar-benar seperti dewi! Penampilannya tak biasa. Sangat rapi, elegan, emmm …. dan wangi parfumnya, itu pasti parfum Opium dari Yves Saint Laurent. Lagi-lagi Will tahu karena masih di minggu lalu, Diana berkata parfum yang dipesannya dari seorang sahabatnya di Amerika sudah sampai dan parfum inilah yang dipakai Diana sekarang.
                        “ Sebentar lagi kelasnya mulai, Di! Yuk kita kesana!” kata Will.
                        “ OK!” balas Diana.
                        Sampai di depan kelas, ternyata Erinda dan teman-temannya sudah bersiap-siap. Erinda, gadis 16 tahun itu tersenyum kepada Will dan Diana.
                        “ Ready, Erin ? “ tanya Will.
                        “ So ready to give the best for Miss Diana, Sir!” jawab Erinda.
                        Diana tersenyum lebar. Tapi … sepertinya dia menahan sesuatu. Ada yang ingin dia keluarkan, tapi sulit.
                        “ OK, sebelum lagu utama dimainkan, kita bakal memainkan beberapa lagu sampingan.But it’s all for you, Diana!” kata Will.
                        “ Never mind. “ ujar Diana sambil tersenyum manis.                                                                                           
                        Diana langsung mengambil tempat duduk di depan. Will, Erinda, dan anak-anak lain yang terlibat dalam “ Songs For Diana “ – begitulah Will menyebut event itu dan muridnya yang menuliskannya di white board sesuai permintaan Will – segera bersiap – siap. Diana terlihat menahan nafasnya. Will memulai mendentingkan pianonya. Lagu pertama, lagu favorit Diana, I’ve Finally Found Someone. Erinda berduet dengan Will. Benar, Diana tersenyum sepanjang lagu, terkadang ia tertawa kecil. Di lagu kedua, ketiga, keempat, dan kelima juga begitu. Diana terlihat sangat menikmati konser kecil yang dipersembahkan untuknya itu. Di akhir lagu kelima, Diana memberikan standing applause. Air matanya keluar satu-satu.
                        “ Nah, ini lagu yang lo minta Diana. A song which will be sung by Erinda and me, of course. Moon River …, “ kata Will.
                        Will kembali memainkan pianonya. Lalu Erinda mulai menyanyikan bait pertama lagu yang singkat itu,
                        “ Moon river … wider than a mile. I’m crossing you in style someday … Oh dream maker, you heart breaker. Wherever you’re going, I’m going your way. Two drifters off to see the world. There’s such a lot of world to see .. We’re after the same rainbows end … Waiting round the bend… My huckleberry friend … Moon River and me …, “ Erinda menyanyikannya dengan begitu indah. Ia mengulangi bait itu sekali lagi.
                        Ini benar-benar aneh! Will melihat Diana mengusap air matanya beberapa kali dengan sapu tangan sutranya. Ada apa dengan Diana ? Kenapa dia ngotot minta dinyanyikan lagu ini ? Dan kenapa sekarang dia malah menangis ?
                        “ Waiting round the bend … My huckleberry friend … Moon river … and me .., “ Erinda menyelesaikan kalimat terakhir lagu itu.
                        Diana malah semakin terisak ketika lagu itu habis. Semuanya terdiam. Will bangkit dari tempat duduknya. Ia menghampiri Diana dan berlutut di hadapan Diana.
                        “ What happen, Di ? “ tanya Will halus.
                        Diana tak bisa menjawab. Dengan agak gugup, Will berani meraih Diana ke dalam pelukannya. Tangis Diana pun tak berhenti sampai disana. Suasana bahagia tadi berubah menjadi kesedihan. Setelah 5 menit di dalam pelukan Will. Diana melepaskannya. Diana menghadap kepada anak-anak didik Will.
                        “ Terima kasih untuk pertunjukan yang sangat indah ini, adik-adik. Kakak tahu kalian memang belum pernah kenal dengan kakak sebelumnya, tapi kalian dengan rela meluangkan waktu kalian untuk menyanyikan lagu-lagu indah tadi. Terima kasih semuanya!” kata Diana.
                        “ Sama-sama, Kak!” jawab anak-anak itu bersamaan.
                        Lalu Diana menghadap ke arah Will. Diana menggenggam tangan Will.
                        “ I need to talk to you, Will! Kita keluar yuk …, “ pinta Diana.
                        “ Ok ..,”.
                        Di luar kelas, Diana masih menggenggam tangan Will. Air matanya masih menetes, namun ada senyum disana.
                        “ Lo tau, kenapa hari ini gue minta lo nyanyiin lagu Moon River untuk gue ? Dan kenapa gue bilang kalau lo harus nyanyiin lagu itu hari ini juga ?” tanya Diana.
                        Will menggeleng. Diana mengusap air matanya.
                        “ Sebentar lagi … kita bakal berpisah, Will. Flight gue ke San Fransisco akan berangkat 2 jam lagi. “ kata Diana.
                        “ San Fransisco ? Lo nggak lama kan disitu ? Kita cuma pisah sebentar kan ?” Will bertanya.­­
                        Diana mengangguk pelan.
                        “ Gue bahkan nggak tau kapan lagi bisa ketemu sama lo!” kata Diana.
                        Will melepaskan genggaman tangan Diana. Dia tidak menyangka dia akan berpisah dengan Diana, sahabat yang paling ia sayang, dengan cara seperti ini dan sangat mendadak.
                        “ Will, please …., “ kata Diana.
                        Mulut Will terasa kaku dan tak bisa berkata apa-apa.
                        “ Kalo gitu, gue ikut lo ke San Fransisco sekarang!” kata Will.
                        “ Nggak bisa!!” seru Diana.
                        “ Kenapa ??!!” Will ikut berseru, setengah membentak.
                        Tiba-tiba seorang lelaki muncul dari belakang Diana. Ia menghampiri Will dan Diana. Lelaki ini benar-benar seperti pangeran di negeri dongeng.
                        “ Maaf Will, gue nggak hanya akan menetap di San Fransisco. Tapi gue juga akan menikah disana. Ini Peter, calon suami gue. Kita udah sepakat untuk menikah dan tinggal di San Fransisco. Peter adalah tunangan gue sejak masuk kuliah. Dulu lo pernah tanya, kan kenapa gue nggak pernah kelihatan pacaran sama seseorang ? ya, tunangan gue tinggal di San Fransisco. Dua minggu lalu waktu ulang tahun lo, dia datang ke Indonesia. Dia mau ngejemput gue untuk ke San Fransisco. Dia udah tau semua cerita persahabatan kita, Will. Dia senang kalo gue punya sahabat yang setia banget. “ jelas Diana.
                        Hati Will hancur. Benar-benar hancur. Bahkan ia tak menyadari air matanya ikut menetes.
                        “ See you in the other occasion, Will. Maafin gue. Mini concert tadi adalah hadian terindah untuk gue.dan tadi malam gue seneng banget bisa nonton konser resital piano bareng lo. “ kata Diana.
                        Will masih tidak bisa berkata-kata. Diana memeluk Will dan mengecup kedua pipinya. Lalu Diana dan Peter melangkah pergi sambil melambaikan tangannya ke arah Will. Dan akhirnya mobil Diana lenyap dari pandangan Will. Will pun terduduk di lantai. Ia baru sadar bahwa hari ini ia tidak hanya kehilangan sahabat terdekat, namun ia juga kehilangan cintanya …. 

THIS SHORT STORY IS ORIGINALLY MADE BY AKA. YOU CAN'T POST THIS STORY INTO ANY WEBSITE OF YOU. PLEASE UNDERSTAND TO THIS TERM AND CONDITION. THANK YOU. :)

Welcome to Aka Kobo Chan's Blog !

I am a broadcasting student. This blog contain everything. You can read about my review, my project plan ( as a broadcaster, absolutely), and whatever they are. So come in ! :-D

By :
Free Blog Templates